Waktu adalah sesuatu yang tak terbendung, ia akan terus bergerak sekalipun kita telah lelah untuk beranjak dari tempat kita berdiri, ia akan terus melangkah ke depan sekalipun kita telah kehilangan semangat dalam mengarungi kehidupan ini.
Tapi inilah realitas dari kehidupan, ketika kita merasa telah berjuang begitu keras, ternyata masih banyak kerikil tajam yang masih mengganjal di setiap langkah kita, ketika kita telah berupaya, masih ada kegagalan yang menghampiri kita, masih ada tangis yang mengiringi jalan kita, masih banyak hal yang tidak sesuai dengan harapan kita, apalagi ketika kita memasuki tahun-tahun penuh tantangan seperti sekarang ini.
Di keluarga, ketika kita didudukan sebagai anak, kita merasa kurang mendapat perhatian dari orang tua, dan sebaliknya sebagai orang tua, kita merasa anak zaman sekarang sangat sulit diatur, walaupun kita telah berupaya melakukan yang terbaik untuknya, lalu ketika usia kita beranjak senja, sebagai kakek dan nenek, kita merasa ditinggalkan dan terabaikan, kita kesepian.
Di pekerjaan, ketika kita didudukan sebagai karyawan, kita merasa tenaga kita telah diperas habis oleh perusahaan, kita bekerja dengan penuh dedikasi dan tanggung jawab, namun semua yang kita lakukan seakan tidak ada artinya bagi perusahaan. Dan sebaliknya sebagai pemilik perusahaan, kita merasa karyawan kita kurang berdedikasi dan tidak bertanggungjawab, dan hanya pintar menuntut. Dan ketika hal itu terjadi pada diri kita, ketika kita dibenturkan dengan masalah-masalah tersebut, kita merasa sebagai makhluk yang paling malang, sebagai insan yang paling menderita di dunia. Kita pun segera bertanya-tanya, mengapa semua ini seperti tidak adil bagi kita, mengapa kita harus terlahir menanggung derita-derita yang berkepanjangan seperti ini?
Ketika rentetan peristiwa datang bertubi-tubi dan pertanyaan itu tak terjawabkan, kita dilanda rasa frustasi yang teramat sangat, kita merasa begitu lelah, kita merasa terabaikan, tubuh kita seakan mati rasa, denyut nadi kita berhenti sesaat, kita segera terjebak dalam ruang gelap yang tidak pernah kita tahu kapan berakhirnya. Lalu, sebelum semuanya semakin kelam, mari kita buka mata dan hati kita, mari kita manfaatkan waktu ini untuk merenung, menelaah dan mencari pencerahan dari cerita kecil ini, sang tukang kayu dalam kisah ini mungkin akan membangunkan hati kita.
***********
Dikisahkan, seorang tukang kayu yang telah kelelahan berkarya ingin segera menjalani kehidupan pensiunnya, sejak awal dia adalah tukang kayu yang berbakat, tukang kayu yang berdedikasi tinggi atas pekerjaannya, tukang kayu yang bertanggung jawab penuh. Ketika ia menyampaikan keinginannya kepada Sang Tuan, ia malah diberi tugas terakhir sebelum pensiun, sang Tuan ingin ia membuat sebuah rumah megah untuknya.
Tukang kayu yang berbakat itu tiba-tiba berubah, ia menjadi tukang kayu yang sembrono, tukang kayu yang asal-asalan. Pukulan palu yang harusnya ia ayunkan tiga kali, hanya ia ayunkan satu kali, itu pun ia lakukan dengan tidak sepenuh hati. Dengan terpaksa ia menyelesaikan tugas terakhirnya, ia merasa Sang Tuan tidak lagi berpihak padanya, ia sungguh kecewa. Dan kekecewaannya ia lampiaskan pada pekerjaanya.
Sebuah "Rumah Mewah" yang jauh dari arti "Mewah" akhirnya selesai tepat waktu. Ketika hari pensiun tiba, sang tukang kayu akhirnya mendapat sebuah amplop yang berisi sejumlah uang pensiun dan sebuah “KUNCI” rumah. Ketika ia menerimanya segera ia tersadar, ternyata kunci yang digenggamnya adalah kunci dari "Rumah Mewah" yang baru selesai dibangunnya. "Hadiah special ini dipersembahkan padamu, karena kerjamu yang luar biasa dan berdedikasi selama bekerja di sini." Kata Sang Tuan. Lalu, sang tukang kayu hanya mampu melihat kunci rumah itu dengan "PENYESALAN".
**********
Bukankah kita seperti tukang kayu ini, kita kadang-kadang lupa bahwa kita adalah pembuat rumah untuk diri kita sendiri. Ketika kita membangun rumah masa depan kita dengan sembrono, kita akan mendapatkan rumah yang mungkin kita tidak sukai, tapi itulah rumah yang harus kita tempati, rumah yang kita bangun dengan ayunan tangan kita. Kita boleh merasa kecewa ketika kita mendapati kenyataan bahwa rumah kita tidak seindah yang kita impikan, bahkan reot.
Kita boleh merasa kecewa ketika kita harus melalui kehidupan yang tidak menyenangkan, tapi inilah realitas hidup, sedih yang berkepanjangan tidak akan mengubah rumah yang telah kita bangun dengan tangan kita sendiri, oleh karma yang telah kita tanamkan.
Lalu, mari kita kembali pada kehidupan kita yang keras, yang penuh tantangan, ketika segalanya berubah menjadi kacau dan tidak terkendali, ketika kita begitu frustasi. Saat ini, kita masih diberi waktu untuk mengubah rumah masa depan kita, kita masih diberi waktu untuk memperindah setiap sudut ruangan hati kita. Mari kita kembali renungkan apa yang telah kita perbuat selama ini, bagaimana kita membangun rumah kita, seberapa baik kita telah membangun masa depan kita? Disadari atau tidak, kita dapat membangun rumah kecil kita melalui hal-hal sederhana, kita dapat membangunnya melalui pelukan kita pada Ibu, melalui secangkir kopi yang kita sajikan pada Ayah, melalui kecupan selamat pagi untuk pasangan kita, atau melalui aluran tangan kita untuk menuntun bocah-bocah kecil kita.
Beban berat yang kita pikul akan menjadi lebih ringan, karena tangan-tangan kasih dari ayah bunda, saudara, kerabat dan teman akan membantu kita melaluinya. Dan kita pun akan menjadi kokoh. Melalui kesempatan ini, ketika kita masih ada waktu, selama kita masih diberi kesempatan untuk berbagi kasih sayang, mari kita lakukan hal-hal sederhana itu sekali lagi. Mari peluk Ibu yang di samping kita dan nyatakanlah cinta kita, mari kita kecup kening bocah kecil kita, mari kita genggam tangan pasangan kita dengan mesra, mari kita berjabat tangan dengan teman kita dan katakan betapa kita menghargai persahabatan itu dan mari kita maafkan mereka yang pernah menyakiti kita.
Semoga hari ini, lebih baik dari hari kemarin.
Source: Cerita Motivasi dan Inspirasi
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Response to "Renungan Akhir Tahun"
Posting Komentar