Demam Batu Akik Menurut Ilmu Financial Psychology
Orang kita emang suka ikut-ikutan dengan sesuatu yang baru dan wow. Contoh pertama saya ambilkan contoh dari sepakbola. Sejak saya kenal bola, tidak ada sedikitpun orang di lingkungan saya yang kenal dengan Manchester City. Tapi stelah tiba-tiba dibeli oleh konglomerat TimTeng itu dan mereka membeli pemain bintang, tiba-tiba fans berat dan garis kerasnya bermunculan, padahal sebelum itu tidak pernah sama sekali.
Contoh kedua adalah mengunggah video lipsyinc di media sosial, serasa keren karena mengikuti tren tanpa tahu bahwa sebenarnya itu jelek.
Kemudian mungkin masih ada yang ingat bagaimana fenomena uang logam tahun 90 atau 91. Dan juga fenomena uang seratus kertas yang warna merah yang sempat menggegerkan jawa timur.
Makna tulisan yang bagus menjadi tertutupi dengan sebutan/istilah “kegoblokan kolektif” itu. Mungkin penggunaan istilah “monkey business” juga akan sama membuat kehebohan karena salah paham dalam pemaknaan.
Tentang Ilmu Financial Psychology, Booming Batu Akik dan Kegoblokan Kolektif
Satu setengah tahun terakhir ini, jagat tanah air dikejutkan dengan fenomena batu akik yang melesat cepat. Tahun lalu, salah satu kata kunci yang PALING banyak dicari di Google adalah kata “batu akik”. Hebat bukan?
Delapan tahun lalu kita juga pernah menikmati kehebohan yang mirip, dengan judul bunga gelombang cinta. Sepotong gelombang cinta yang amat menggetarkan, sehingga bisa terjual dengan harga Rp 15 juta per pohon.
Para pakar ilmu financial psychology menyebtu fenomena itu sebagai “financial mania”. Sekeping fenomena yang bisa membuat kita semua tenggelam dalam “kegoblokan kolekfif”.
Mari kita selami perilaku irasional ini dengan secangkir kopi hangat.
Sejatinya, fenomena financial mania ini sudah berusia ratusan tahun, terjadi di semua negara dunia. Dulu ada kehebohan tulip mania di Belanda (terjadi sekitar 400 tahun silam).
Lalu, yang lebih modern ada yang disebut dengan technology stocks mania di berbagai bursa saham dunia pada tahun 2000an. Pernah juga terjadi property mania di USA sebelum mereka crash pada tahun 2008.
Para ahli ilmu financial psychology atau financial behavior menyebut fenomena financial mania itu dengan istilah “irrational exuberance”.
Irrational exuberance adalah saat ribuan atau bahkan jutaan orang berbondong-bondong membeli sesuatu karena dorongan emosi kolektif. Yang acap tidak rasional.
Eforia masal kadang membentuk kegilaan. Saat eforia yang bercampur kegilaan ini meledak, maka harga produk yang dibeli entah saham, bunga gelombang cinta atau batu akik, bisa melesat puluhan atau bahkan ratusan kali lipat.
Kenapa irrational exuberance mudah terjadi? Karena manusia itu pada dasarnya amat mudah untuk latah. Mudah meniru perilaku kerumunan. Herd behavior.
Saat demam kebun emas, semua ikut-ikutan. Saat demam batu akik, semua menyerbu. Saat demam saham teknologi, semua latah. Ini semua adalah contoh tipikal perilaku kerumunan, herd behavior.
Pelan-pelan, eforia masal itu biasanya menjadi bubble yang kemudian pecah. Gelombang kegilaan kolektif itu mendadak meletus, dan seketika semua harga berjatuhan. Irrational exuberance berubah menjadi tangisan masal yang sudah terlambat.
Fenomena financial mania itu adalah contoh nyata dari premis dasar ilmu financial psychology : bahwa manusia itu sering bersikap tidak rasional.
Premis ilmu psikologi keuangan itu mau membantah teori ekonomi klasik yang sangat percaya dengan rasionalitas manusia. Ekonom-ekonom klasik selalu mengandalkan asumsi bahwa manusia itu selalu bersikap rasional dalam financial/economi decision making.
Namun para ahli psikologi keuangan (financial behavior) menulis : kepercayaan bahwa manusia itu rasional dalam financial/ecnomic decision making adalah ilusi.
Ilmu financial psychology atau sering disebut juga behavioral economics baru muncul di era tahun 80-an. Pioner ilmu financial psychology adalah Daniel Kahneman, psikolog pertama dan satu-satunya yang pernah memenangkan hadiah nobel ekonomi pada tahun 2002.
Apa pelajaran dari batu akik mania atau financial mania ini? Hati-hati dengan bahaya laten irasionalitas yang mengendap dalam jiwa kita.
Sebegitu konsistennya manusia melakukan hal-hal yang irasional, Daniel Ariely sampai menulis buku berjudul Predictably Irrational (sebuah buku yang amat memukau tentang ilmu psikologi keuangan).
Fenomena batu akik atau gelombang cinta atau kebun emas juga memberi pesan: betapa mudahnya kita tergelincir dalam herding behavior, perilaku kerumunan yang suka latah.
Emosi dan eforia masal membuat kita semua mudah terjebak dalam “irrational exuberance”. Ramai-ramai menjadi goblok. Kegoblokan kolektif.
Saat kita dihadapkan pada fenomena orang yang ramai berbondong-bondong memburu sesuatu, kita mesti sadar mungkin ada benih irasionalitas disana.
Sebab perilaku yang dilakukan orang kebanyakan bukan berarti yang paling benar. Jangan-jangan mereka sedang beramai-ramai menuju kegoblokan massal.
Jadi, omong-omong kapan Anda akan beli batu akik?
Sumber: http://strategimanajemen.net/2015/02/09/tentang-ilmu-financial-pscyhology-booming-batu-akik-dan-kegoblokan-kolektif/,
0 Response to "Demam Batu Akik Menurut Ilmu Financial Psychology"
Posting Komentar